pemulihan ternak
"population genetics".
Tujuan metode ini adalah
membangun suatu populasi yang ada dalam kandang dengan ciri-ciri
genetika yang kurang lebih sama (homogen). Misalnya, kalau kita punya 50
ayam di kandang, maka semuanya mempunyai ciri kualitas karakter yang
relatif sama (tentu tidak 100 % sama, tapi kalaupun berbeda tidak
terlalu jauh). Dari kesamaan karakter ini, kita akan mampu memunculkan
hasil ternak yang selalu stabil mutunya. Artinya, kita bisa mendapatkan
stok super breeder unggulan yang pada akhirnya mampu memunculkan super
fight.
Metode ini merupakan pengembangan dari teori Gregory
Mendel yg dimodifikasi. Aplikasinya dengan menggunakan prinsip Cross
Breed, Inbreed dan Line breed secara sistematis dan tercatat dgn detail.
Menurut
Mr. Steven, bila kita sukses mengembangkan metode ini, maka kita akan
ongkang2 kaki bisa menikmati hasilnya selama 20 tahun lebih…!!
Teori
population genetics hanya cocok diterapkan oleh breeder yang serius,
konsisten dan mempunyai visi jauh ke depan. Jadi harus diawali dengan
suatu angan-angan tentang kualitas ayam yg nantinya ingin kita hasilkan.
Berikut penerapannya di lapangan :
Tahapan ternak berdasar teori ini :
1. Cross breed I
---> 2. inbreed
---> 3. line breed
---> 4. cross breed II
1. Cross breed I
Sebelum
mulai ternak, kita harus berkhayal dulu. Berkhayal tentang seperti apa
typical karakter ayam terbaik yang kita idam2kan. Bukan sekedar ikut2an
hanya melihat ayam juara yang ada. Ayam juara belum tentu sempurna. Maka
khayalan kita harus jauh lebih bagus dari sekedar juara. Agak idealis
kelihatannya, tapi inilah cita cita yang harus dicapai, bagaimanapun
sulitnya.
Untuk cross breed I, carilah pasangan indukan sesuai
dgn kriteria khayalan kita tsb. Memakai ayam juara lebih dianjurkan.
Tapi jangan asal comot!!!. Ayam juara banyak ragam typikal kerjanya.
Misalkan ingin punya ayam dgn pukul keras, maka carilah ayam juara yg
tipikal kerjanya pukul keras. Kemudian cari juga pasangan betinanya yg
keturunan ayam pukul keras.
Hasil dari cross breed 1 ini diharapkan muncul ayam2 dgn karakter pukul keras secara merata pada anakannya.
Cross
breed 1 ini dianggap tahap yg paling penting utk pondasi tahapan
breeding berikutnya. Hasil anakan 75% harus rata karakternya. Ini untuk
menghindari resiko besar pada tahapan breeding selanjutnya (inbreed),
dan menghindari set back yg bisa membuang waktu percuma.
2. Inbreed :
Tujuan
inbreed adlh mencetak breeder (parental stock) yg menyatukan sifat2
positif yg dimiliki agar lebih kuat daya turun ke anaknya (dominan).
Hasil
inilah yg disebut 'investasi', modal dasar dan aset ternakan kita yg
sangat berharga. Anakan hasil inbreed, biasanya tidak memiliki
‘vitalitas’. Yaitu rentan terhadap penyakit, dan fisik/staminanya loyo.
Ini tidak menjadi masalah, karena tujuan utamanya adalah untuk parental
stock, bukan untuk dijadikan fighter. Sukur2 kalo ternyata hasilnya bisa
jadi petarung. Pada akhirnya, kurangnya vitalitas ini dapat diperbaiki
melalui tahapan berikutnya.
3. Line breed :
Setelah dapat
'modal' dari inbreed, diperkuat lagi dgn line breed. Bila dipasangkan
(misalnya) dgn paman yg punya pukul keras, hasilnya sudah bisa
dipastikan : ayam dgn karakter pukul sempurna yg sangat dominan. Mungkin
inilah yg dimaksud oleh Steven sebagai 'super breed'. Yaitu ayam yg
memiliki daya turun breeding yg kuat thdp anak2nya.
4. Cross breed 2 :
Super
breed ini boleh dicoba utk disilang dgn ayam dari trah lain (cross
breed ke 2). Tujuannya utk menambah daya vitalitas dan menyempurnakan
karakter. Kalau di cross dgn ayam lain yg pukul keras, hasilnya pasti
ayam dgn pukulan sempurna. Kalau di cross dgn ayam yg sifatnya agak
berbeda,
teknik bagus misalnyamaka pukul kerasnya tidak akan
hilang. Justru kita berharap ayam dgn tipikal pukul keras dan teknik
bagus. Inilah yang dimaksud Mr. Steven sebagai ‘Super fighter’.
Beberapa prinsip yg harus dipahami :
1.
Tujuan utama teori population genetics adalah untuk melestarikan
karakter/sifat-sifat unggul dari indukan (untuk mudahnya kita pake saja
istilah "geno-type") , bukan mempertahankan ciri-ciri fisik (feno-type).
Dgn kata lain, tujuan teori ini adlh menciptakan ‘super ‘breeder’.
2.
Inbreeding pada prinsipnya adalah upaya menggabungkan sifat-sifat/
karakter 2 individu yang berbeda, baik karakter yang positif maupun
negatif. (Ingat, tidak ada ayam yg sempurna). Oleh karenanya rumus
inbreeding adalah "the best vs the best". Mr. Breemen memakai istilah
super breeder vs super breeder. Yang kedua, super breeder harus
mempunyai karakteristik yg dapat mendukung "khayalan" kualitas ayam yg
ingin dihasilkan dari ternak kita. Misalnya kalau kita menghayalkan
bahwa hasil ternakan kita harus teknik bagus, maka cari indukan yg
teknik bagus. Kalau sekarang belum memiliki atau belum mampu memiliki
indukan yg "ideal", menurut saya tidak perlu khawatir karena kualitas
indukan dapat diperbaiki melalui cross-breeding.
Mungkin ada yg
bertanya, kalau kita sudah punya "super breeder" kenapa tidak itu saja
diternak dan nggak perlu repot-repot pake teori population genetics??
jawab
: Kalau tujuan kita ternak hanya jangka pendek memang teori population
genetics tidak perlu, tapi seperti dijelaskan sebelumnya, tujuan kita
adalah jangka panjang. Perlu diingat bahwa super breeder yg kita punya
suatu saat akan mati, mandul, atau sakit. Kalau ini terjadi maka kita
kehilangan modal. Itu sebabnya banyak peternak besar yg gagal
mempertahankan standard kualitasnya dan terus menurun. Dan banyak ayam2
juara yg terputus generasinya.
3. Cross-breeding yg pertama
adalah pada saat awal memulai ternak dimana indukan berasal dari dua
darah (strain) yg berbeda sedangkan cross-breeding yg kedua dilakukan
dengan dua tujuan, yaitu apabila kita ingin memproduksi petarung dan
untuk memperbaiki kualitas darah yg sudah ada (menambahkan elemen baru
atau "additive characteristics" yg sudah ada).
4. Aplikasi teori
population genetics menuntut adanya sistem seleksi yg ekstra ketat.
Beberapa waktu yg lalu ada pendapat yg mengatakan untuk bisa memakai
sistem inbreeding, maka kita harus menjadi ahli "membunuh". Istilah ini
sebenarnya hanya untuk memberikan tekanan bahwa anakan yg akan
melanjutkan generasi indukan harus diseleksi secara ketat. Pilihlah anak
betina yg mirip bapaknya dan anak jantan yg mirip ibunya. Yang perlu
dipahami, pengertian "mirip" disini bukan mirip secara fisik, tapi yg
lebih penting adalah karakternya (tetapi kalau secara fisik juga mirip
ya tidak apa-apa). Di sini lagi-lagi diperlukan "feeling" dan keahlian
dalam melakukan seleksi. Agar kita bisa melakukan seleksi, misalnya
untuk mengambil 1 pasang pada setiap generasi kita tetaskan 3 X, lalu
dari situ dilakukan seleksi untuk menentukan 1 pasang yg akan
melanjutkan karakter moyangnya (ancestors). Semakin banyak pilihan yg
akan diseleksi, akan semakin bagus.
5. Hasil inbreeding selalu
ditandai dengan ciri-ciri kehilangan vitalitas (ayam hasil inbreeding
menunjukkan gejala penurunan vitalitas). Prof. Anker bahkan menegaskan
bahwa semakin besar hilangnya vitalitas pada ayam hasil in-breeding
berarti effek dari inbreeding itu lebih bagus ( ).
Ayam hasil
inbreeding tidak cocok untuk tarung, tapi hanya cocok untuk menjadi
indukan (orang eropa biasanya beli burung bukan untuk dimainkan tapi
untuk breeding). Turunanya nanti yang dimainkan.
Vitalitas yang
hilang itu akan didapatkan kembali apabila hasil inbreeding di-cross
dengan ayam lain. Inbreeding dimaksudkan untuk membangun sifat-sifat
yang akan selalu diturunkan kepada turunannya (offspring), sedangkan
cross-breeding untuk menambah sifat-sifat/ karakter yang sudah ada
seperti menambah vitalitas, karakter dan kekuatan.
Dengan in-breeding
kita bisa memperbaiki kualitas yang jelek. In-breeding adalah
pengurangan variasi atau keragaman. Semakin banyak/sering suatu darah
tertentu (strain) dilakukan in-breed maka turunannya akan mirip satu
sama lain.
Menjodohkan bapak dan anaknya yg cewek atau ibu dengan
anaknya yg cowok lebih efektif hasilnya dari pada menjodohkan kakak
dengan adiknya (meskipun sama-sama in-breeding tapi sepertinya dampaknya
berbeda).